Senin, 11 Februari 2008

Kebebasan Kembangkan Kreativitas Anak

Meski masih berusia dini, tiap anak memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar-mengajar. Para guru kelompok bermain dan taman kanak-kanak seharusnya mampu memberi kebebasan terhadap anak didik untuk mengembangkan kreativitas. "Guru harus mampu menarik garis untuk masuk ke dunia anak-anak sehingga lebih bisa memahami," ungkap Ketua LSM Plan Indonesia Yanti Maskun dalam seminar literasi anak usia dini untuk guru kelompok bermain (KB) dan taman kanak-kanak (TK) se-DIY di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta, Selasa (31/7).

Anak-anak, lanjut Yanti, adalah manusia seutuhnya sehingga guru harus mampu menerjemahkan setiap tangisan dan rengekan mereka. Para guru diharapkan tidak sekadar menerapkan sistem pendidikan warisan orangtua terhadap anak.

"Dulu tiap anak hanya bisa nrimo terhadap apa pun yang diajarkan guru dan orangtua. Sekarang anak punya hak sepenuhnya untuk mendapat pendidikan terbaik," kata Yanti.

Pembicara seminar dari Universitas Pendidikan Indonesia Bachrudin Musthafa menambahkan, tiap guru harus memiliki perspektif sosiokultur, yaitu menerapkan metode pengajaran berpusat pada anak. Anak harus diperlakukan sebagai teman sebaya sekaligus sebagai aktor budaya untuk kegiatan aktif dan kreatif.

Pengalaman literasi

Pendidikan KB dan TK tak lagi hanya sebagai jenjang untuk mempersiapkan anak menuju sekolah dasar. Namun, tiap anak harus mulai belajar tentang pengalaman literasi atau kegiatan berbahasa. Anak-anak mulai belajar dari bahasa lisan menuju ke bahasa tulisan. Hingga usia dua tahun, ocehan berkembang menjadi penggunaan kalimat. Seusai dua tahun, anak mulai dapat menggunakan kata-kata dengan susunan yang lebih tertata. Selanjutnya mereka mulai memiliki variasi gaya tutur dan mengembangkan kesadaran sosial.

Pengalaman literasi tersebut akan semakin kuat tertanam dengan dukungan lingkungan sosial terdekat, antara lain melalui pembacaan cerita. "Pengalaman mendengar cerita membuat anak menyadari bahwa bahasa lisan dapat dituliskan dan tulisan bisa mengandung pesan," tutur Bachrudin.

Guru juga harus memperkaya lingkungan kelas dengan kebiasaan berbahasa. Kelas sebaiknya dipenuhi dengan buku bacaan dan bahan cetak untuk menarik minat baca. Mendengarkan, menulis, dan menggambarkan cerita akan membantu anak untuk memahami kegiatan berbahasa. (WKM)

Tidak ada komentar: